Nuffnang Adss

Penjejak

Tuesday, August 12, 2014

Kampung Kedua di Jakarta


Assalamualaikum WBT.
Tujuan artikel ini ditulis sama sekali tiada kaitan dengan perihal pelancongan, artikel ditulis atas merasakan Jakarta adalah "hometown" kedua selepas Malaysia.
Kenangan tentang the good old days hidup di Jakarta selalu mendapat tempat istimewa di hati saya. Saya bukan orang asli Jakarta, bahkan saya ber ic Malaysia, tidak dibesarkan di kota ini oleh orang tua saya dan Jakarta juga bukan merupakan kota tujuan saya untuk menuntut ilmu. Hanya saja di kota yang identik dengan kesan glamour; kekuasaan; bisnis; mall; sibuk; banjir; pusat hiburan; macet; atau apa saja lah…you name it... 
Ada pelajar Indonesia bertanyakan kepada saya, mengapa saya ulang alik belajar dari Malaysia ke Jakarta setahun sampai berkali-kali, sedangkan rakyat Indonesia, kepingin menyambung belajar di Malaysia, bahkan bukan itu sahaja, ada diantara rakyat mereka yang menjadi pelarian di kapal tongkang gara-gara akibat diseludup untuk memasuki Malaysia... Jawapan saya adalah simple.. saya suka suasana Jakarta..that's it.. Even kadang-kadang saya tak berapa fasih dengan apa yang mereka cakap, tapi saya suka makanan mereka..lagi-lagi masakan Sunda, gaya mereka, simple...even mereka berbangsa Cina, mereka tetap menggunakan dialek Indonesia yang pekat, dan yang penting, orang cina di sana, baik-baik saja donggg even mereka kaya-raya..

Jakarta adalah tempat saya mendapat banyak hal untuk membentuk diri. Di Jakarta lah saya mulai berdiri sendiri mengejar mimpi dan tidak lagi bergantung kepada orang tua. Kerja keras, komitmen, disiplin, dan persahabatan adalah sebagian nilai yang kuat tertanam di dalam diri saya selama hidup di Jakarta (walaupun kepergian saya ke Jakarta hanya beberapa hari untuk beberapa kali dalam sebulan dan setahun). Mau tidak mau untuk terus survive di kehidupan penuh persaingan di Jakarta, saya harus kerja keras, memegang komitmen dan berdisiplin. Kalau tidak bisa disiplin bangun jam 5 pagi, saya pasti akan semakin menderita dengan kemacetan (jammed) yang menggila pada jam-jam sibuk pagi hari untuk bisa sampai ke sesuatu kawasan. Kalau saya tidak mau bekerja keras dan komit pada pelajaran, entah berapa kali saya akan mengulang sem. 
Sedangkan dari sisi persahabatan, ternyata selain merupakan tempat mereka pintar yang berfikiran jauh, Jakarta merupakan tempat mereka yang berhati seperti malaikat, seperti teman-teman saya. Walaupun rata-rata pertemanan kami dimulai dalam konteks hubungan pelajaran, namun kami berhasil membangun hubungan personal yang bagus tanpa merosak professionalism kami sebagai pelajar. Sementara, circle persahabatan lain yang berhasil saya jelajah membawa saya semakin memahami makna bersyukur karena mereka membukakan mata saya betapa indah dunia ini dan kita bisa menikmatinya dengan travelling. Menurut saya, ada banyak orang baik di Jakarta sehingga saya merasa sangat selesa saat berada disana. Ketika saya sedang ingin menyendiri tanpa teman, Jakarta punya banyak kemudahan yang boleh kita guna pakai. Saya tidak merasa canggung dan "alien" bila saya hanya duduk-duduk di suatu tempat, sendirian. Merupakan hal yang lumrah saat saya dan orang-orang lain menyendiri, bahkan di pusat keramaian. Seperti mereka punya urusannya masing-masing hingga tidak ada waktu untuk memperhatikan orang lain. Positif atau negatif, tergantung kaca mata kita melihatnya. Yang pasti, banyak hal yang boleh dilakukan di Jakarta, entah sendirian atau beramai-ramai, entah serius atau santai, yang semuanya punya keasyikan tersendiri.
Walau selama 3 tahun kebelakangan ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di hari Jumaat sehingga Ahad selama lebih dari  8 jam untuk urusan pelajaran (itu belum dikira waktu yang habis di jalan selama jam pergi balik ke sesuatu tempat) namun saya masih boleh menikmati Jakarta dan segala daya tariknya walau tempat itu hanya ceruk kampung yang kita selalu lihat di Sinetron..cuma rumah usang, yang mempunyai jalan kecil, naik beca atau motor cabuk..itu sudah mencukupi...  Atau mungkin wawasan saya tidak lebih terbuka mengenai tempat-tempat indah di dunia bila saya tidak berkenalan dengan para penduduk untuk travel, yang saya temui di Jakarta dan Indonesia. Jakarta juga merupakan titik awal yang saya pergi keluar mengembara dari Malaysia. Rasanya, ajaklah ke mana pon, yang pasti akan diperuntukkan sekali untuk setahun supaya saya boleh pergi jelajar Jakarta tanpa ada tekanan.
Saat jauh dari Jakarta seperti sekarang ini, saat Jakarta harus ditempuh dalam waktu dua jam setengah penerbangan dari Kuala Lumpur, di benak saya Jakarta begitu indah dengan segala komponen didalamnya. Rasanya saya akan boleh menerima "kemacetan" yang setiap hari saya temui baik pagi, siang, mahupun malam. Sepertinya saya juga masih boleh berkompromi dengan segala macam urusan yang pack walau apa waktu yang selalu buat saya sakit kepala. 
Bagi saya Jakarta adalah rumah kedua saya, meski ada duka namun lebih banyak suka disana. Apabila ke Jakarta, saya menjadi kembali seperti anak kecil yang akan diajak pergi ke taman bermain oleh orang tuanya. Dua malam berturut-turut sebelum pergi, saya pasti akan sukar tidur nyenyak karena terlalu excited membayangkan siapa yang akan saya temui dan apa yang akan saya lakukan nanti di Jakarta. Mengemas pakaian di luggage menjadi kegiatan yang akan saya buat seminggu sebelum berangkat. Bangun awal pagi untuk bersiap terbang dengan pesawat pertama saya jalani tanpa mengeluh.  Biasanya akan ambil flight seawal mungkin even terpaksa sampai di airport seawal 3 pagi, sanggup diredah.. Setibanya di Airport Jakarta, menaiki taxi ke stesen keretapi Gambir, perjalanan sepanjang 3-4 jam diharungi tak kisah asalkan sampai ke Bandung juga setiap hari setiap kali ke Indonesia. Sesampai di Jakarta ketika harus beratur mengambil taxi serta menghadap kemacetan di sepanjang tol airport dan tol dalam bandar pun saya merasa senang karena boleh cuci mata melihat keindahan bangunan baru yang selalu ada di kota ini.  
Ceritanya macam mana saya tercampak di tengah-tengah negara orang ini adalah apabila Ibu Sulastri sibuk merecommend saya untuk sambung di UI, Depok. Pada mulanya memang tak mahu, sebab tahu potensi diri. Selama diploma, tak pernah diangkat sebagai pelajar harapan..apatah lagi semasa sekolah... yang boleh diharapkan, hanya bertahan di kelas pertama setiap kali peperiksaan...sehingga di cop "budak pandai", padahal, tak pandai mana pon..hanya title sahaja budak kelas pertama... Sampai masuk semester 2, Ibu Sulastri (Supervisor yang disayangi) tamat kontrak dengan universiti saya belajar, dan terpaksa kembali ke Indonesia. Dengan senang hati, Ibu ajak saya tinggal bersamanya di Indonesia dengan menjadi Research Assistantnya di sana, masa itu baru bertunang.. Niat hati memang hendak pergi, tetapi memikirkan ada keluarga lagi disini yang perlu disara dan sayang tunang...(haha..gelak jahat), jadi tawaran Ibu saya tolak dengan berhemah. Masa itu, Ibu agak berkecil hati, sehinggakan setiap kali saya ajak skype, ada sahaja alasan dia. Dalam sebulan-dua bulan selepas itu, saya ada suarakan dengan Dean untuk tukar supervisor atas sebab masalah jauh, dan pagi itu saya dapat email dari Ibu mengatakan macam ni "Nisa, jangan lagi bilang-bilang mau tukar supervisor..apa..ibu tidak cukup bagus untuk jadi supervisor kamu? Ibu tidak bagus untuk jadi ibu kedua kamu?"...huhhh! touch deep in my heart betoiii... Jadi, start dari hari itu, saya pon terus la menjadi studentnya sehingga kini, sehingga dia yang bersusah payah ambil borang tolong saya dapatkan scholarship, submitkan borang pada pihak UI untuk intake saya.. sebab itu saya sayang Ibu... Untung tak saya, saya ada mak (mak kandung), saya ada mama (mak mertua), saya ada Ibu (supervisor thesis).. sampai hari kahwin saya pon dia sanggup turun ke Muar... :")
Itulah antara kenapa dan mengapa saya merasakan Jakarta tetap 1st place yang saya fikir selepas Malaysia. Malaysia always in my heart..

* Hajat nak jumpa Afgan je tak kesampaian lagi.. even da berpuluh kali pergi, cuma nampak Afgandekat bontot bas.. kuikui.. tak apa..Jodoh Pasti Bertemu.. :")
Pan Pacific Jakarta.. Supermarket yang tip top dekat tengah Jakarta, bersebelahan Hard Rock Kafe Jakarta, nak masuk siap check security bagai dari hujung kepala sampai hujung kaki, tak termasuk dia scan bag.. fuhhh!

“Bila hati merasa senang, langkah kakimu terasa ringan, ada pintu persahabatan dan kekeluargaan yang siap terbuka untuk menyambutmu, disanalah kamu boleh pulang.” 

No comments:

Post a Comment